Desya Tri Marhaenda
13010110130054
Kebudayaan pesisir merupakan keseluruhan pengetahuan yang dipunyai dan
terjiwai oleh masyarakat pesisir, yang isinya adalah perangkat model
pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan untuk memahami dan
menginterpretasi lingkungan yang dihadapi, untuk mendorong, dan untuk
menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukannya. Dalam pengertian ini,
kebudayaan adalah suatu kumpulan pedoman atau pegangan yang kegunaan untuk
menghadapi lingkungan-lingkungan sekitarnya (fisik, alam, dan sosial) agar
masyarakat pesisir itu dapat melangsungkan kehidupannya, yaitu memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya, dan untuk dapat hidup secara lebih baik (Mudjahirin,
2009).
Kebudayaan pesisir ini meliputi adat-istiadat, tradisi, kepercayaan, dan
lain-lain yang dianut oleh masyarakat setempat. Di pesisir pantai utara Pulau
Jawa, khususnya dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Banyumas, hingga Pekalongan,
terdapat tradisi kesenian yang unik. Sintren, suatu tarian yang disebut-sebut
mistis inilah yang akan penulis bahas dalam makalah ini.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa kesenian Sintren itu?
2. Bagimana asal mula tradisi kesenian
Sintren?
3. Bagaimaa prosesi kesenian Sintren?
TUJUAN MAKALAH
1. Pembaca dapat mengetahui tentang
kesenian Sintren yang berada di daerah Pesisir Pantai Untara Pulau Jawa.
2. Pembaca dapat mengetahui tentang
sejarah Sintren.
3. Pembaca dapat mengetahui seperti
apa prosesi jalannya kesenian Sintren.
PEMBAHASAN
Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa
Barat dan Jawa
Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma
mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.
Pada zaman dahulu, Kalisabak dipimpin oleh seorang penguasa wilayah yang
bernama Raden Bahureksa. Ia tinggal bersama istrinya yang bernama Roro
Rantamsari dan putra semata wayangnya, Raden Sulandono. Raden Sulandono tumbuh
menjadi seorang pangeran yang tampan dan baik budi pekertinya. Perilakunya yang
sopan dan tidak membeda-bedakan teman pergaulan, menjadikannya memiliki banyak
teman. Ia suka bergaul dengan rakyat biasa, dan berkunjung sampai ke desa-desa.
Sementara itu, di sebuah dusun yang menjadi wilayah Kalisabak,
tersebutlah gadis bernama Sulasih. Sulasih, gadis cantik berbudi itu menjadi
kembang desa kebanggan para pemuda.
Suatu hari saat berkunjung ke desa itu, bertemulah Raden Sulandono
dengan Sulasih. Raden Sulandono langsung jatuh cinta pada Sulasih. Cinta mereka
pun bertaut, tanpa mempermasalahkan status mereka yang berbeda. Namun rupaya
Raden Bahureksa menghalangi cinta putranya. Ia beranggapan Sulasih tidak cocok
untuk putranya. Walaupun terus dihalang-halangi ayahnya, hubungan cinta Raden
Sulandono dan Sulasih terus berlanjut. Tak lama berselang, Raden Bahureksa
meninggal dunia, disusul Rara Rantamsari.
Sebenarnya, banyak pemuda yang terpikat pada kecantikan Sulasih. Suatu
waktu, Sulasih disembunyikan oleh para pemuda itu agar tidak dapat bertemu lagi
dengan Raden Sulandono. Mengetahui kekasihnya disembunyikan, maka terjadi
pertarungan antara Raden Sulandono dengan para pemuda desa tersebut. Dan karena
dikeroyok, Raden Sulandono kalah. Namun sebelum celaka, Raden Sulandono
diselamatkan oleh roh Roro Rantamsari yang kemudian memerintahkan Raden
Sulandono untuk bertapa dan memberinya sehelai saputangan. Dia disarankan untuk
menjadi penari pada upacara bersih desa yang akan datang.
Pada malan bulan purnama pada saat upacara bersih desa dimulai, melalui
perantara Roro Rantamsari, roh bidadari didatangkan agar menyatu ke dalam tubuh
Sulasih sehingga ia mampu menari di acara bersih desa. Roh Rantamsari kemudian
mendatangi Raden Sulandono yang sedang bertapa agar segera bangun dan
cepat-cepat mendatangi upacara bersih desa tersebut. Dalam kesempatan itu Raden
Sulandono melemparkan saputangan pemberian ibundanya, maka pingsanlah Sulasih
yang sedang menari. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh Raden Sulandono
yang segera membawa lari Sulasih.
Sejak saat itu, bila suatu desa menyelenggarakan upacara bersih desa,
maka akan disajikan tarian yang pernah ditarikan Sulasih, yaitu tarian para
bidadari. Saat menari, seringkali penari seperti tak sadarkan diri karena
dimasuki roh.
Tari ini untuk selanjutnya disebut Sintren, yang berasal dari kata si-putri-an atau si-putren,
kemudian menjadi sintren,
yaitu putri yang menari menirukan tarian para bidadari.
Sekarang ini, umumnya Sintren tidak lagi sebagai tari yang disajikan
dalam upacara bersih desa, tetapi telah menjadi tontonan yang bersifat hiburan.
Sintren sebagai seni tari tradisional Jawa, khususnya Cirebon, sering
dipertunjukkan pada saat acara kebudayaan. Pemeran sintren adalah gadis yang
masih suci (perawan), dan dibantu oleh seorang pawang serta 3-6 orang penjaga.
Prosesi
Sintren dimulai dengan, sang gadis dililit tali dari ujung kepala sampai ujung
kaki, dibaringkan di atas tikar dan dibungkus, kemudian dimasukkan ke dalam
kurungan ayam seukuran manusia yang sudah disiapkan dengan dibungkus kain batik
hitam. Dua sinden mendendangkan lagu dalam bahasa Cirebon.
Kemenyan dibakar, penari menabur bunga. dan saat kurungan ayam diangkat, gadis yang dililit itu sudah berubah penampilan, si gadis memakai baju penari berwarna merah, kain batik hitam, dengan mahkota dan kacamata hitam. Si gadis lantas menari dalam kondisi trance. Dan salah satu bagian yang menarik dalam prosesi ini adalah sang penari akan jatuh saat dilempar uang. Setiap penonton melempar uang ke tubuhnya, sang penari pun ambruk. Sang penjaga sigap menangkap, lantas pria berbaju hitam meniup wajah penari Sintren. Dia pun menari lagi, bak wayang di tangan dalang.
Kemenyan dibakar, penari menabur bunga. dan saat kurungan ayam diangkat, gadis yang dililit itu sudah berubah penampilan, si gadis memakai baju penari berwarna merah, kain batik hitam, dengan mahkota dan kacamata hitam. Si gadis lantas menari dalam kondisi trance. Dan salah satu bagian yang menarik dalam prosesi ini adalah sang penari akan jatuh saat dilempar uang. Setiap penonton melempar uang ke tubuhnya, sang penari pun ambruk. Sang penjaga sigap menangkap, lantas pria berbaju hitam meniup wajah penari Sintren. Dia pun menari lagi, bak wayang di tangan dalang.
PENUTUP
SIMPULAN
Kesenian Sintren adalah kesenian
tari tradisonal Nusantara, khususnya pesisir pantai utara Pulau Jawa, yang saat
ini hampir sedikit peminatnya. Bayangkan saja, sekarang ini di daerah setempat
hanya ada grup sinten yang tidah lebih dari dua. Maka dari itu, kita sebagai
masyarakat Indonesia hendaknya ikut melestarikan Sintren, dan kesenian-kesenian
daerah lainnya.
No comments:
Post a Comment